Selasa, 21 Juni 2016

akulturasi animisme, dinamisme, Hindu-Buddha dan Islam



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Budaya tak akan lepas dari kehidupan manusia karena manusialah yang menciptakan budaya tersebut. Hal ini sesuai dengan konsep kebudayaan yang telah di tulis oleh Koentjaraningrat bahwa konsep budaya merupakan seluruh total pikiran, karya, dan hasil karya manusia yang tidak berakar kepada nalurinya dan karena itu hanya bisa dicetuskan oleh manusia sesudah suatu proses belajar[1]. Konsep budaya ini sangatlah luas karena meliputi seluruh aktivitas manusia. Budaya ada yang berwujud abstrak dan konkret, berwujud abstrak karena tidak dapat dilihat ataupun diraba seperti gagasan, ide-ide yang berada pada pikiran  manusia. Budaya yang berwujud konkret itu dapat dilihat, diraba, difoto seperti perilaku manusia dan hasil karyanya.
Budaya suatu kelompok pun dipengaruhi dengan letak geografis kelompok tersebut. Oleh karena itu setiap negara akan mempunyai budaya yang berbeda-beda. Hal ini sama dengan Indonesia yang sejak dahulu telah banyak dikunjungi berbagai bangsa dari negara lain. Tidak heran Indonesia mempunyai berbagai macam budaya dan menganut berbagai agama. Karena setiap negara lain yang berkunjung ke Indonesia yang awalnya bertujuan untuk berdagang semakin lama berkembang terjadi perkawinan dan menyebarlah baik itu budaya dan agama yang di bawa dari negara lain.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan akulturasi?
2.      Bagaimana ciri-ciri akulturasi dalam bidang agama dan budaya?
3.      Apa yang memebedakan akulturasi dalam bidang budaya dan agama?
4.      Bagaimana perkembangan akulturasi dalam masyarakat Indonesia ?
5.      Bagaimana bentuk-bentuk akulturasi Animisme, Dinamisme, Hindu-Buddha dan Islam?
6.      Mengapa terjadi akulturasi dalam  hal keagamaan dan budaya Animisme, Dinamisme, Hindu-Buddha dan Islam?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui yang dimaksud dengan akulturasi
2.      Untuk mengetahui ciri-ciri akulturasi dalam bidang agama dan budaya
3.      Untuk mengetahui hal yang membedakan akulturasi dalam bidang budaya dan agama
4.      Untuk mengetahui perkembangan akulturasi dalam  masyarakat Indonesia
5.      Untuk mengetahui bentuk-bentuk akulturasi Animisme, Dinamisme, Hindu-Buddha dan Islam
6.      Untuk mengetahui sebab terjadinya akulturasi dalam  hal keagamaan dan budaya Animisme, Dinamisme, Hindu-Buddha dan Islam









BAB II
KAJIAN PUSTKA

A.    Apa yang dimaksud dengan akulturasi ?
Menurut Koentjaraningrat, akulturasi adalah peroses social yang terjadi ketika kelompok social dengan kebudayaan tertentu terkena budaya asing yang berbeda. Persyratan proses akulturasi adalah senyawa (afinitas) bahwa penerima budaya tanpa rasa kejutan, maka keseragaman (homogenitas) sebagai nilai baru dicerna karena tingkat dan pola budaya kesamaan. Akulturasi adalah perpaduan antara kebudayaan yang berbeda yang berlangsung dengan damai dan serasi. Contohnya perpaduan kebudayaan antara hindu-budha dengan kebudayaan Indonesia, dimana perpaduan antara dua kebudayaan itu tidak menghilangkan unsur – unsur asli dari kedua kebudayaan tersebut.
Oleh karena itu, kebudayaan hindu- budha yang masuk ke Indonesia tidak diterima begituu saja. Hasil alkuturasi budaya ditentukan oleh kekuatan dari setiap budaya, semakin kuat suatu budaya maka akan semakin cepat penyebaraannya. Adanya berbagai suku bangsa yang terdapat di idnonesia, secara alami aka terjadi pertemuan dua budaya atau lebih. Dalam peroses akulturasi,semua perbedaan yang ada akan berjalan beriringan dengan semua unsur persamaan yang mereka miliki smapai pada ahkirnya budaya yang meiliki pengaruh lebih kuat akan berperan besar dalam peroses akulturasi. 

B.     Ciri-ciri akulturasi dalam bidang agama dan budaya 
Akulturasi merupakan fenomena yang timbul dari hasil jika kelompok-kelompok manusia yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda bertemu serta terjadi kontak secara langsung dan secara kontinyu; yang kemudian menimbulkan perubahan dalam pola kebudayaan yang asli dari salah satu kelompok atau kedua-duanya. Dari definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa akulturasi sama dengan kontak budaya yaitu bertemunya dua kebudayaan yang berbeda melebur menjadi satu menghasilkan kebudayaan baru tetapi tidak menghilangkan kepribadian/sifat kebudayaan aslinya.
Dengan adanya kontak dagang antara Indonesia dengan India, maka mengakibatkan adanya kontak budaya atau akulturasi yang menghasilkan bentuk-bentuk kebudayaan baru tetapi tidak melenyapkan kepribadian kebudayaan sendiri. Hal ini berarti kebudayaan Hindu – Budha yang masuk ke Indonesia tidak diterima seperti apa adanya, tetapi diolah, ditelaah dan disesuaikan dengan budaya yang dimiliki penduduk Indonesia, sehingga budaya tersebut berpadu dengan kebudayaan asli Indonesia menjadi bentuk akulturasi kebudayaan Indonesia Hindu – Budha. Wujud akulturasi tersebut dapat diamati  pada uraian materi unsur-unsur budaya berikut ini :
1)      Akulturasi dalam bidang agama :
Religi/Kepercayaan
Sistem kepercayaan yang berkembang di Indonesia sebelum agama Hindu-Budha masuk ke Indonesia adalah kepercayaan yang berdasarkan pada Animisme dan Dinamisme. Dengan  masuknya agama Hindu – Budha ke Indonesia, maka masyarakat Indonesia mulai menganut/mempercayai agama-agama tersebut. Tetapi agama Hindu dan Budha yang berkembang di Indonesia sudah mengalami perpaduan dengan kepercayaan Animisme dan Dinamisme, atau dengan  kata lain mengalami Sinkritisme. Sinkritisme adalah bagian dari proses akulturasi, yang berarti perpaduan dua kepercayaan yang berbeda menjadi satu. untuk itu agama Hindu dan Budha yang berkembang di Indonesia, berbeda dengan agama Hindu – Budha yang dianut oleh masyarakat India.
Perbedaaan-perbedaan  tersebut misalnya dapat dilihat dalam upacara ritual yang diadakan oleh umat Hindu atau Budha yang ada di Indonesia. Contohnya, upacara Nyepi yang dilaksanakan oleh umat Hindu Bali, upacara tersebut tidak dilaksanakan oleh umat Hindu di India.



2)      Akulturasi dalam bidang budaya : 
Wujud akulturasi dalam bidang kesenian terlihat dari seni rupa, seni sastra dan seni pertunjukan . Dalam seni rupa contoh wujud akulturasinya dapat dilihat dari relief dinding candi (gambar timbul), gambar timbul pada candi tersebut banyak menggambarkan suatu kisah/cerita yang berhubungan dengan ajaran agama Hindu ataupun Budha. Relief dari candi Borobudur yang menggambarkan Budha sedang digoda oleh Mara yang menari-nari diiringi gendang, hal ini menunjukkan bahwa relief tersebut mengambil kisah dalam riwayat hidup Sang Budha seperti yang terdapat dalam  kitab Lalitawistara.Demikian pula di candi-candi Hindu, relief yang juga mengambil kisah yang terdapat dalam  kepercayaan Hindu seperti kisah Ramayana. Yang digambarkan melalui relief candi Prambanan ataupun candi Panataran. Dari relief-relief tersebut apabila diamati  lebih  lanjut, ternyata Indonesia juga mengambil kisah asli cerita tersebut, tetapi suasana kehidupan yang digambarkan oleh relief tersebut adalah suasana kehidupan asli keadaan alam ataupun masyarakat Indonesia. Dengan demikian terbukti bahwa Indonesia tidak menerima begitu saja budaya India, tetapi selalu berusaha menyesuaikan dengan keadaan dan suasana di Indonesia.

C.    Perbedaan akulturasi dalam bidang budaya dan agama
A.    Pengertian Agama
Kata agama berasal dari bahasa Sansekerta dari kata  berarti tidak dan gama berarti kacau. Kedua kata itu jika dihubungkan berarti sesuatu yang tidak kacau. Jadi fungsi agama dalam pengertian  ini memelihara integritas dari seorang atau sekelompok orang agar hubungannya dengan Tuhan, sesamanya, dan alam sekitarnya tidak kacau. Karena itu menurut Hinduisme, agama sebagai kata benda berfungsi memelihara integritas dari seseorang atau sekelompok orang agar hubungannya dengan realitas tertinggi, sesama manusia dan alam sekitarnya. Ketidak kacauan itu disebabkan oleh penerapan peraturan agama tentang moralitas,nilai-nilai kehidupan yang perlu dipegang, dimaknai dan diberlakukan.

Pengertian  itu jugalah yang terdapat dalam kata religion (bahasa Inggris) yang berasal dari kata religio (bahasa Latin), yang berakar pada kata religi yang berarti mengikat. Dalam pengertian religi termuat peraturan tentang kebaktian  bagaimana manusia mengutuhkan hubungannya dengan realitas tertinggi (vertikal) dalam  penyembahan dan hubungannya secara horizontal. 
Islam juga mengadopsi  kata agama, sebagai terjemahan dari kata Al-Din seperti yang dimaksudkan dalam  Al-Qur’an surat 3 : 19 Agama Islam disebut Din dan Al-Din, sebagai lembaga Ilahi untuk memimpin manusia untuk mendapatkan  keselamatan  dunia dan akhirat. Secara fenomenologis, agama Islam dapat dipandang sebagai Corpus syari’at yang diwajibkan oleh Tuhan yang harus dipatuhinya, karena melalui syari’at itu hubungan manusia dengan Allah menjadi utuh. Cara pandang ini membuat agama berkonotasi kata benda sebab agama dipandang sebagai himpunan doktrin.
Komaruddin Hidayat seperti yang dikutip oleh Muhammad Wahyuni Nifis  lebih memandang agama sebagai kata kerja, yaitu sebagai sikap keberagamaan atau kesolehan hidup berdasarkan nilai-nilai ke Tuhanan.
Walaupun kedua pandangan itu berbeda sebab ada yang memandang agama sebagai kata benda dan sebagai kata kerja, tapi keduanya sama-sama memandang sebagai suatu sistem keyakinan untuk mendapatkan  keselamatan disini dan diseberang sana.
B. Agama dan Budaya
Budaya menurut Koentjaraningrat adalah keseluruhan sistem, gagasan, tindakan dan hasil kerja manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar. 
Jadi budaya diperoleh melalui belajar. Tindakan-tindakan yang dipelajari antara lain cara makan, minum, berpakaian, berbicara, bertani, bertukang, berrelasi dalam  masyarakat  adalah budaya. Tapi kebudayaan tidak saja terdapat dalam soal teknis tapi dalam gagasan yang terdapat dalam pikiran yang kemudian terwujud dalam seni, tatanan masyarakat, etos kerja dan pandangan hidup. Yojachem Wach berkata tentang pengaruh agama terhadap budaya manusia yang inmaterial bahwa mitologis hubungan kolektif tergantung pada pemikiran terhadap Tuhan. Interaksi sosial dan keagamaan berpola kepada bagaimana mereka memikirkan Tuhan, menghayati dan membayangkan Tuhan.
Lebih tegas dikatakan Geertz, bahwa wahyu membentuk suatu struktur psikologis dalam bentuk manusia yang  membentuk pandangan hidupnya, yang menjadi sarana individu atau kelompok individu yang mengarahkan tingkah  laku mereka. Tetapi juga wahyu bukan saja menghasilkan budaya immaterial, tetapi juga dalam bentuk seni suara, ukiran, bangunan.
Dapatlah disimpulkan bahwa budaya yang digerakkan agama timbul dari proses interaksi manusia dengan kitab yang diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk suatu agama tapi dikondisikan oleh konteks hidup pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya dan beberapa kondisi yang objektif.
Faktor kondisi yang objektif menyebabkan terjadinya budaya agama yang berbeda-beda walaupun agama yang mengilhaminya adalah sama. Oleh karena itu agama Kristen yang tumbuh di Sumatera Utara di Tanah Batak dengan yang di Maluku tidak begitu sama sebab masing-masing mempunyai cara-cara pengungkapannya yang berbeda-beda. Ada juga nuansa yang  membedakan Islam yang tumbuh dalam masyarakat dimana pengaruh Hinduisme adalah kuat dengan yang tidak.
Demikian juga ada perbedaan antara Hinduisme di Bali dengan Hinduisme di India, Buddhisme di Thailan dengan yang ada di Indonesia. Jadi budaya juga mempengaruhi agama. Budaya agama tersebut akan terus tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan kesejarahan dalam kondisi objektif dari kehidupan penganutnya. Tapi hal pokok bagi semua agama adalah bahwa agama berfungsi sebagai alat pengatur dan sekaligus membudayakannya dalam arti mengungkapkan apa yang ia percaya dalam bentuk-bentuk budaya yaitu dalam bentuk etis, seni bangunan, struktur masyarakat, adat istiadat dan lain-lain. Jadi ada pluraisme budaya berdasarkan kriteria agama. Hal ini terjadi karena manusia sebagai homoreligiosus merupakan insan yang berbudidaya dan dapat berkreasi dalam kebebasan  menciptakan pelbagai objek realitas dan tata nilai baru berdasarkan inspirasi agama.























BAB III
PEMBAHASAN

A.    Perkembangan akultrasi dalam masyarakat Indonesia
Kepercayaan  di Indonesia saat dahulu adalah animisme, dinamisme. Mereka percaya pada tumbuhan-tumbuhan yang mempunyai kekuatan gaib ataupun setiap benda di dunia ini yang mereka percayai  mempunyai roh-roh yang hal ini membuat mereka percaya kepada suatu bangunan dari batu untuk dijadikan tempat menyembah.
Kepercayaan dan tradisi lokal dalam msyarakat yang masih terdapat sisa-sisa tradisi meghalithikum (adalah kebudayaan yang menghasilkan bangunan-bangunan dari batu besar, seperti menhir adalah tugu yang melambangkan arwah  nenek moyang sehingga menjadi benda pujaan. Dolmen adalah bentuknya seperti meja batu berkakikan tiang satu yang merupakan tempat saji). Pada dasarnya tertumpu pada keyakinan tentang adanya aturan yang  mengatasi segala yang terjadi dalam alam dunia. Tradisi kepercayaan  dan  sistem sosial budaya adalah produk masyarakat  lokal dalam menciptakan keteraturan seperti tradisi lokal itu adalah melakukan upacara adat menghadirkan tata cara menanam dan memanen, melakukan selamatan serta melakukan upacara peralihan hidup.
Masuknya Hindu-Budha di Indonesia menyebabkan akulturasi. Kebudayaan Hindu-Budha yang masuk di Indonesia tidak diterima begitu saja melainkan melalui proses pengolahan dan penyesuain dengan kondisi masyarakat Indonesia tanpa menghilangkan unsur-unsur asli. Unsur Hindu-Budha lebih kuat dan lebih menonjol sedangkan unsur atau ciri-ciri kebudayaan Indonesia terdesak. Terlihat dengan banyak ditemukannya patung-patung dewa Brahma, Wisnu, Syiwa, dan Budha di kerajaan-kerajaan seperti Kutai, Tarumanegara dan Mataram Kuno. Bersamaan dengan masuk dan berkembangnya agama Islam berkembang pula kebudayaan Islam di Indonesia. Unsur kebudyaan Islam itu lambat laun diterima dan diolah kedalam  kebudayaan Indonesia tanpa menghilangkan kepribadian Indonesia, sehingga lahirlah kebudayaan baru yang merupakan akulturasi kebudayaan Indonesia dan Islam. Akulturasi kebudayaan Indonesia dan Islam itu juga mencakup unsur kebudayaan Hindu-Budha.

B.     Bentuk-bentuk akulturasi Animisme, Dinamisme, Hindu-Buddha dan Islam
Bentuk-bentuk akulturasi animisme-dinamisme yaitu:
1.      Bangunan
Hasil dari bentuk akulturasi budaya animisme-dinamisme dapat terlihat dari sisa peninggalan kepercayaan budaya lokal masyarakat yang percaya pada pemujaan roh nenek moyang dan benda-benda supranatural yang menghasilkan budaya dalam segi bangunan yaitu bangunan seperti dolmen, sarkofagus, dan menhir.
2.      Religi
Sebelum masuk pengaruh hindu-budha ke nusantara, bangsa nusantara mengenal dan memiliki kepercayaan yaitu pemujaan terhadap roh nenek moyang dan percaya pada benda-benda yang memiliki kekuatan supranatural (animisme dan dinamisme). Ritual yang dilakukan dalam animisme-dinamisme yaitu pemujaan terhadap roh nenek moyang dengan memberikan sesajen.
Bentuk-bentuk akulturasi hindu-budha yaitu:
1.      Bangunan
Masuknya hindu-budha membawa perubahan dalam bangunan karena terjadinya akulturasi antara animisme-dinamisme dan hindu-budha. Hasil dari akulturasi bangunan yaitu candi, candi merupakan hasil bangunan zaman meghalithikum yaitu bangunan punden berundak-undak yang mendapat pengaruh hindu-budha contohnya candi prambanan pengaruh hindu dan candi borobudur pengaruh budha.
2.      Religi
Masuknya hindu-budha mendorong masyarakat nusantara mulai menganut agama hindu-budha walaupun tidak meninggalkan kepercayaan asli seperti pemujaan terhadap arwah nenek moyang dan dewa-dewa alam. Telah terjadi semacam sikretisme yaitu penyatuan paham-paham lama seperti animisme-dinamisme, totemisme dalam keagamaan hindu-budha. Ritual keagamaan yang terjadi pada masa hindu-budha melakukan peribadatan di candi sebagai simbol candi tempat para dewa.

Bentuk-bentuk akulturasi islam yaitu :
1.      Bangunan
a.       Masjid yaitu tempat orang  beribadah  yang menurut peraturan islam. Dari masjid-masjid di indonesia ada bebagai hal yang menarik perhatian dan menjadi corak yang khusus. Pertama adalah atapnya yaitu atap yang melingkupi ruang bujur sangkar. Letaknya itu berupa atap tumpang, adapun atapnya itu berupa atap tumpang yaitu atap yang bersusun, semakain ke atas semkain kecil sedangkan tingkatan yang paling atas berbentuk linmas.
b.       Jumlah tumpang itu selalu ganjil, biasanya tiga atau lima seperti pada mesjid Banten. Atap tumpang dapat di tangkapa sebagai suatu bentuk perkembangan dari dua unsur yang berlainan yaitu : atap candi yang denahnya bujur sangkar dan selalu bersusun (berundak-undak), dan pucuk stupa yang adakala berbentuk susunan payung-payung yang terbuka.

c.       Seni ukir
Seni ukir ini biasanya terdapat pada hiasan-hiasan masjid ataupun di batu nisan. Masjid yang dihias dengan ukiran-ukiran adalah masjid Mantingan dekat Jepara[2], berupa pigura-pigura yang tidak jelas asalnya.Gapura-gapura juga banyak diukiri dengan pahatan-pahatan yang sangat indah. Misalnya hiasan-hiasan pada candi Bentar di Tembayat (Klaten) yang di ketahui yang mendirikannya adalah Sultan Agung dari Mataram (tahun 1633), sedangkan hiasan-hiasan pada Gapura Sedangduwur (Tuban), yang polanya terutama sekali berupa gunung-gunung karang[3]. Corak dan pola-pola hiasan pada gapuar Sedangduwur ini banyak persamaannya dengan gapura-gapura di ujung Selatan Bali. Hal ini membuktikan bahwa saat itu seni ukir masih di pengaruhi oleh budaya Hindu karena gapura Sedangduwur mempunyai persamaan dengan gapura di Bali yang mayoritas beragama Hindu.

2.      Religi


C.    Penyebab terjadinya akulturasi dalam hal keagamaan dan Budaya
Sebelum budaya India masuk, di indonesia telah berkembang kepercayaan yang berupa pemujaan terhadap roh nenek moyang. Kepercayaan itu bersifat animisme dan dinamisme[4]. Animisme merupakan satu kepercayaan terhadap roh atau jiwa sedangkan dinamisme merupakan satu kepercayaan bahwa setiap benda memiliki kekuatan gaib. Dengan masuknya kebudayaan india, pendudduk nusantara secara berangsur-angsur memeluk agma hindu dan buddha, awali oleh lapisan elite para raja dan keluarganya. Agama hindu dan buddha yang berkembang di indonesia sudah mengalami perpaduan dengan kerpacayaan animisme dan dinamisme, atau dengan kata lain mengalami sinkretisme. Sinkritisme adalah bagian dari proses akulturasi yang berarti perpaduan dua kepercayaan yang berbeda menjadi satu.
Untuk itu agama hindu dan budha yang berkembang di indonesia, berbeda dengan agama hindu-budha yang dianut oleh masyarakat india. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat dilihat dalam upacara ritual yang diadakan oleh umat hindu bali, upacara tersebut tidak dilaksanakan oleh umat hindu di india. Kedatangan bangsa gujarat ke nusantara





























BAB VI
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dalam penyusunan makalah ini  mengenai akulturasi kebudayaan animisme, dinamisme hindu-budha dan  islam dalam  menarik kesimpulan  bahwa akulturasi adalah pencampuran budaya asing dengan budaya lokal.
Sehingga bentuk akulturasi yang menghiasi kehidupan dan kebudayaan masyarakat Indonesia. Kebudayaan yang berbeda melebur menjadi satu menghasilkan kebudayaan baru tetapi tidak menghilangkan kepribadian/sifat kebudayaan aslinya.
Telah terjadinya semacam sinkretisme yaitu penyatuan paham-paham lama seperti animisme-dinamisme, totemisme dalam keagamaan hindu-budha. Ritual keagamaan yang terjadi pada masa hindu-budha melakukan peribadatan di Candi.
Adanya berbagai suku bangsa yang terdapat di Indnonesia, secara alami akan terjadi pertemuan dua budaya atau lebih. Dalam peroses akulturasi, semua perbedaan yang ada akan berjalan beriringan dengan semua unsur persamaan yang mereka miliki sampai pada ahkirnya budaya yang memiliki pengaruh lebih kuat akan berperan besar dalam peroses akulturasi. 


[1] Koentjaraningrat. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. (Jakarta.PT Gramedia.1974) hlm. 1
[2] Soekmono. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3. (Yogyakarta. Kanisius.1985). hlm.87
[3] Ibid.,
[4] http://www.gurusejarah.com/2015/02/wujud-akulturasi-hindu-buddha-di.html

1 komentar: